INTERPRETASI
CITRA UNTUK KAWASAN PERKOTAAN & PERMUKIMAN
Indonesia
merupakan negara yang memiliki jumlah populasi penduduk sebesar 238,4 juta jiwa
, dimana merupakan negara yang memiliki penduduk terbanyak ke empat di dunia.
Dengan penduduk sebanyak itu, masih banyak ketimpangan yang terjadi di sekitar
masyarakat. Masih banyak kemiskinan di mana-mana, kekurangan fasilitas
kesehatan, pendidikan dan lapangan kerja masih terjadi di berbagai tempat. Hal
tersebut di tambah dengan pertambahan jumlah penduduk dan tingkat perekonominan
masyarakat dari tahun ke tahun yang mengakibatkan semakin bertambahnya
kebutuhan masyarakat terhadap ketersediaan lahan. Lahan yang dibutuhkan mulai
dari lahan peruntukan sebagai pemukiman, perkantoran, fasilitas pendidikan
serta kesehatan, bahkan untuk pertanian, peternakan dan sebagainya. Pemanfaatan lahan - lahan
produktif dan lahan kosong sangat dibutuhkan pengembang (developer) dalam
mengembangkan permukiman dan berbagai peruntukan lahan lainnya. Hal ini
dilakukan karena lahan di tengah kota sudah tidak ada tempat yang ideal dari
sisi ekonomi. Untuk itu diperlukan data dasar mengenai luas lahan yang telah
berubah peruntukannya menjadi permukiman sehingga didapatkan perencanaan yang
berkesinambungan. Data dasar yang digunakan pada penelitian ini berupa data
spatial dan data tabular.
Data spasial berupa gambar citra
berperan penting dalam analisis kawasan perkotaan dan permukiman pada masa
sekarang karena melaui citra yang dihasilkan oleh teknologi penginderaan jauh,
karena kemajuan teknologi mendukung diperolehnya data yang mempunyai tingkat
kedetailan yang tinggi. Peningkatan penggunaannya dikarenakan citra dapat
menggambarkan obyek, daerah, dan gejala di permukaan bumi. Bentuk dan letak
obyek relative lengkap, dapat meliput daerah luas, dan bersifat permanen.
Sehingga citra merupakan alat yang baik sekali untuk pembuatan peta, baik
sebagai sumber data maupun sebagai kerangka letak. Citra dapat pula berfungsi
sebagai model medan. Berbeda dengan peta yang merupakan model simbolik dan
formula matematik yang merupakan model analog, citra (terutama foto udara)
merupakan model ikonik karena ujud gambarnya mirip dengan obyek yang
sebenarnya. Citra penginderaan jauh (satelit) mempunyai resolusi spasial dan
resolusi temporal yang tinggi, sangat tepat digunakan untuk kajian kawasan
permukiman yang mengalami perkembangan sangat cepat, dan perkembangan
permukiman. Secara penataannya, jenis permukiman sebenarnya
dibedakan menjadi 2 yaitu permukiman teratur dan tidak teratur. Pola persebaran
permukiman sendiri dari aspek bentuk persebaran kelompok permukiman, dapat
dibedakan menjadi pola permukiman memanjang, melingkar, sejajar dan kubus.
Dalam
metode penginderaan jauh menurut Roscoe (1960) dalam Sutanto (1992), terdapat 6
tahapan yaitu:
- Merumuskan
masalah dan tujuan dalam metode penginderaan jauh, dimulai dengan
perumusan masalah secara jelas. Masalah dapat berupa sesuatu yang aneh,
tidak pada tempatnya atau tidak bisa terjadi, sesuatu yang kurang jelas,
sesuatu yang menimbulkan tantangan. Misalnya pemotretan di berbagai
wilayah Indonesia saat musim penghujan.
- Mengevaluasi
kemampuan, dilakukan setelah masalah dan tujuan perumusan masalah secara
jelas. Lalu dilakukan penilaian terhadap kemampuan pelaksanaannya yang
menyangkut tentang kemampuan pelaksanaan dan tim, alat, perlengkapan, dan
waktu.
- Pemilihan
cara kerja, agar pemilihan cara dilakukan secara baik, maka perlu
diketahui tentang perencanaan penggunaan lahan.
- Hal-hal
yang perlu dilakukanan dalam Tahap Persiapan Metode Penginderaan Jauh
yaitu:
a. Menyiapkan data acuan (data yang
bukan berasal dari penginderaan jauh.)
b. Menyiapkan data penginderaan jauh
(data hasil perekaman obyek dengan menggunakan sensor buatan.)
c. Menyiapkan mosaik foto (serangkaian
foto daerah tertentu yang disusun menjadi satu lembar foto.)
d. Orientasi medan (mencocokkan
penggambaran foto dengan wujud yang sebenarnya dengan membawa foto ke medan.)
Langkah-langkah umum yang dilakukan
untuk memperoleh data penginderaan jauh agar dapat dimanfaatkan oleh berbagai
bidang adalah :
1. Deteksi
Pada tahap ini dilakukan kegiatan
mendeteksi obyek yang terekam pada foto udara maupun foto satelit
2. Identifikasi
Mengidentifikai obyek berdasarkan
ciri-ciri spektral, spasial dan temporal.
3. Pengenalan
Pengenalan obyek yang dilakukan
dengan tujuan untuk mengklasifikasikan obyek yang tampak pada citra berdasarkan
pengetahuan tertentu
4. Analisis
Analisis bertujuan untuk
mengelompokkan obyek yang mempunyai ciri-ciri yang sama
5. Deduksi
Merupakan kegiatan pemrosesan citra
berdasarkan obyek yang terdapat pada citra ke arah yang lebih khusus.
6. Klasifikasi
Meliputi deskripsi dan pembatasan
(deliniasi) dari obyek yang terdapat pada citra
7. Idealisasi
Penyajian data hasil interpretasi
citra ke dalam bentuk peta yang siap pakai.
Layout penginderaan jauh untuk hasil
akhirnya berupa peta data spasial yang diperoleh. Penyajian layout peta
dilakukan untuk memudahkan dalam membaca informasi spasial yang dihasilkan dari
tahapan pengolahan data penginderaan jauh.
Daftar Pustaka
http://publikasiilmiah.ums.ac.id:8080/xmlui/bitstream/handle/123456789/1271/FG%2004.pdf?sequence=1 . PENGGUNAAN CITRA SATELIT UNTUK
KAJIAN PERKEMBANGAN
KAWASAN
PERMUKIMAN DI KOTA SEMARANG. Diunduh
pada Senin, 17 April 2013.
http://slametteguh.blogspot.com/2009/02/pola-permukiman.html.
Diunduh pada Rabu, 18 April 2013.
http://sunghyoa.blogspot.com/2012/12/pdc-review-interpretasi-citra-untuk_21.html.
Diunduh pada Selasa, 17 April 2013.
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking